BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Kita adalah
makhluk tuhan yang mempunyai kelebihan dari makhluk-makhluk ciptaan yang lain
karena kita diberikan akal untuk berfikir dan hati untuk mengatur emosi kita.
Pada saat kita tumbuh berkembang dari anak-anak sampai dewasa kita mencari
tempat yang baik untuk dirinya maupun anak-anaknya baik pendidikan formal dari
SD sampai tingkat lanjutan atas dan perguruan tinggi maupun pendidikan
nonformal. Usaha untuk mendapatkan pendididkan yang baik inilah yang menjadi usaha
untuk mendapatkan ilmu. Menurut Jujun S, Suriasumantri (1990) ilmu merupakan
pengetahuan yang kita gelutii sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan
lanjutan dan perguruan tinggi. Sehingga ilmu yang kita dapat setelah melalui
tahapan pendidikan menjadi alat untuk memperbaharui hidup, mencapai suatu
keinginan dan membawa ketujuan hidup yaitu kebahagiaan. Pada dasarnya ilmu yang
kita pelajari bersifat netral karena ilmu tidak mengenal sifat baik maupun
buruk dalam ilmu itu sendiri tetapi tergantung pada orang yang memiliki ilmu
tersebut, bagaimana dia memanfaatkan ilmu yang telah didapatkannya dan
bergunakah ilmu yang telah dipelajarinya untuk kehidupan sosialnya.
Dalam hal
ini ilmu yang berkaitan dengan kegunaannya akan di bahas dalam kajian filsafat yang
ketiga yaitu aksiologi. Karena, pada hakikatnya ilmu harus digunakan dan
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia sebagai sarana atau alat dalam
meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan nilai atau etika, kodrat
dan martabat manusia.
1.2.Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud aksiologi?
2.
Apa yang dimaksud ilmu dan moral?
3.
Apa saja kegunaan aksiologi ilmu?
4.
Apa itu Tanggung Jawab
Sosial Keilmuwan?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Aksiologi
Aksiologi
merupakan bagian ketiga dari kajian filsafat setelah ontologi dan epistomologi.
Jika dalam kajian entologi mempertanyakan tentang objek apa yang akan ditelaah
dan pada kajian epistomologi berkaitan dengan bagaimana asal, sifat dan jenis
pengetahuan, sedangkan aksiologi merupakan cabang filsafat yang memepertanyakan
bagaimana manusia menggunakan dan memanfaatkan ilmunya.
Kata aksiologi berasal dari bahasa yunani, dari kata
axsios yang artinya nilai dan logos artinya ilmu atau teori. Aksiologi juga
sering disebut dengan teori of value. Aksiologi adalah teori yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dalam kajian aksiologi ini
pertanyaan yang sering digunakan untuk membedakan antara aksiologi dan kajian
filsafat yang lainnya yaitu: 1) untuk apa pengetahuan itu digunakan?, 2)
Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?, 3)
Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral.
2.2. Pengertian Ilmu Dan Moral
Menurut kamus besar bahasa indonesia, ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu dibidang
pengetahuan ilmu. Ilmu bukan sekedar pengetahuan tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang tertentu.
Sedangkan kata moral berasal dari bahasa latin yaitu, mos
yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari bahasa latin yaitu, moralitas adalah
istilah manusia menyebut manusia atau orangl lainnya dalam tindakan yang
memepunyai nilai positif. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku,
tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu
berdasarkan pengalaman. Sedangkan manusia yang tidak memiliki moral disebut
amoral artinya dia tidak bermoral. Yang tidak memiliki nilai positif dimata
manusia lainnya sehingga moral adalah mutlak yang harus dimiliki manusia.
Asal usul yang melatar belakangi filsafat moral adalah
istilah etika yang dipakai aristoteles. Etika bersal dari bahasa yunani kuno
etika yaitu etos sedangkan jamaknya taeta. Etos mempunyai banyak arti yaitu
tempat tinggal yang biasa, kebiasaan atau adat, akhlak, watak, perasaan, sikap,
cara berfikir. Sedangkan arti dari taeta yaitu adat kebiasaan.
Ilmu merupakan unsur dari pengetahuan manusia karena
dengan ilmu manusia dapat memenuhi kebutuhannya secara praktis sehingga ilmu
merupakan alat atau sarana untuk menulong hidup manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya. Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian
akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dapat diartikan sebagai penerapan
konsep ilmiah dalam memecahkan masalah praktis baik yang berupa perangkat keras
maupun perangkat lunak. Dalam tahap ini ilmu tidak hanya menjelaskan gejala
alam untuk tujuan pengertian atau pemahaman namun lebih jauh lagi memanipulasi
faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan
mengarahkan proses yang terjadi. Disinilah masalah moral muncul kembali namun
dal;am kaitannya dengan faktor lain, kalau dalam kontempolasi moral berkaitan
dengan metafisika maka dalam tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan
dengan cara penggunaan ilmu pengetahuan atau secara filsafati dalam tahap
penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan.
Ilmu pengetahuan merupakan lanjutan konsepsional dari ciri “ingin tahu” sebagai
kodrat manusiawi. Tetapi ilmu pengetahuan itu menuntut persyaratan-persyaratan
khusus dalam pengaturannya (Bakker, 1990)
Teori
tentang nilai dalam filsafat membahas tentang etika dan estetika dimana makna
etika mempunyai dua rati yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai
penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk
emmebedakan perbuatan tingkah laku atau yang lainnya. Nilai atau value dapat
bersifat objektif kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika
nilai-nilai tersebut tidak bergantung pada sabjek atau kesadaran yang menilai.
Salah satu nilai kegunaan ilmu yaitu dapat bermanfaat bagi seluruh umat
manusia. Tugas filsafat ilmu pengetahuan adalah membuka pikiran kita untuk
mempelajari dengan serius proses logis dan imajinatif dalam kerja ilmu
pengetahuan (Keraf, 2011).
Setiap ilmu pengetahuan akan
menghasiskan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi
dapat diartikan sebagai penerapan konsep ilmiah dalam memecahkan
masalah-masalah praktis baik yang berupa perangkat keras (hardware) maupun
perangkat lunak (software). Dalam tahap ini ilmu tidak hanya menjelaskan gejala
alam untuk tujuan pengertian dan pengalaman, namun lebih jauh lagi
mmemanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol
dan mengarahkan proses yang terjadi. Disinilah masalah moral muncul kembali
namun dalam kaitannya dengan faktor lain. Kalau dalam tahap kontempolasi moral
berkaitan dengan metafisika maka dalam tahap manipulasi ini masalah moral
berkaitan dengan cara penggunaan ilmu pengetahuan. Atau secara filsafati dalam
tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi
keilmuan (Endrotomo, 2004).
Menurut
Bakhtiar (2010) bahwa Berdasarkan sejarah tradisi islam ilmu tidaklah
berkembang pada arah yang tak terkendali, tetapi ia harus bergerak pada arah
maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan anusia atas ilmu
pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu pengetahuan bukan
“melulu” untuk mendesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaanlah yang menggenggam
ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada
sang pencipta.
2.3. Kategori Dasar Aksiologi
Terdapat dua kategori dasar aksiologi :
1.
Objectivism,
yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek
yang dinilai.
2.
Subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu dimana
dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi (perasaan).
Dari sini muncul empat pendekatan etika, yaitu :
1. Teori nilai
intuitif
2. Teori nilai
rasional
3. Teori nilai
alamiah
4. Teori nilai
emotif
Teori nilai intuitif dan teori nilai rasional beraliran obyectivis
sedangkan teori nilai alamiah dan teori nilai emotif beraliran subyektivis.
1. Teori Nilai intuitif (The Intuitive theory of
value)
Teori
ini berpandangan bahwa sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk
mendefinisikan suatu perangkat nilai yang absolut. Bagaimanapun juga suatu
perangkat nilai yang absolute itu eksis dalam tatanan moral yang bersifat baku.
Mereka menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti obyek atau menyatu dalam
hubungan antar obyek, dan validitas dari nilai tidak bergantung pada eksistensi
atau perilaku manusia. Sekali seseorang menemukan dan mengakui nilai tersebut
melalui proses intuitif. Ia berkewajiban untuk mengatur perilaku individual
atau sosialnya selaras dengan moralnya.
2. Teori nilai rasional (The
rational theory of value)
Bagi
mereka janganlah percaya pada nilai yang bersifat obyektif dan murni
independent dari manusia. Nilai tersebut ditemukan sebagai hasil dari penalaran
manusia. Fakta bahwa seseorang melakukan suatu yang benar ketika ia tahu dengan
nalarnya bahwa itu benar, sebagai fakta bahwa banyak orang jahat atau yang
lalai yang melakukan suatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu tuhan. Jadi
dengan nalar atau peran tuhan nilai ultimo, obyektif, absolut yang seharusnya
mengarahkan perilakunya.
3. Teori nilai alamiah (The naturalistic theory of
value)
Nilai
menurutnya diciptakan manusia bersama dengan kebutuhan-kebutuhan dan
hasrat-hasrat yang dialaminya. Nilai adalah produk biososial, artefak manusia,
yang diciptakan, dipakai, diuji oleh individu dan masyarakat untuk melayani
tujuan membimbing perilku manusia. Pendekatan naturalis mencakup teori nilai
instrumental dimana keputusan nilai tidak absolute tetapi bersifat relative.
Nilai secara umum hakikatnya bersifat subyektif, bergantung pada kondisi
manusia.
4. Teori nilai emotif (The emotive theory of value)
Jika
tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka
teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan faktual
tetapi hanya merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku. Nilai tidak lebih dari
satu opini yang tidak bisa di verivikasi, sekalipun diakui bahwa penelitian
menjadi bagian penting dari tindakan manusia (Poedjawijatna, 2004).
2.4. Nilai Kegunaan Ilmu
Dalam kamus besar bahasa Indonesia
ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem atau berhubungan menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Dalam aksiologi, hal yang paling
dipermasalahkan ialah nilai. Disini nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Selanjutnya, aksiologi dijelaskan sebagai kegunaan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia. Teori tentang nilai dalam filsafat dibagi menjadi
permasalahan etika dan estetika. Menurut (Rahmat , 2011) bahwa ilmu pengetahuan
diperoleh secara sahih dan andal dengan suatu penyelidikan ilmiah, yaitu
penelitian, maka ia merupakan sebuah proposisi yang timbul sebagai hasil dari
kesimpulan suatu proses pencarian pengetahuan yang sistematis dan terkontrol.
Etika dimaknai sebagai suatu
kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia.
Etika menilai perbuatan manusia yang berkaitan erat dengan norma-norma
kesusilaan manusia atau diartikan untuk mempelajari tingkah laku manusia
ditinjau dari segi baik dan tidak baik didalam suatu kondisi yang normatif,
yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan
dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Dalam filsafat estetika dapat dilihat
pada sudut indah dan jeleknya.
Nilai subjektif dapat bersifat
subjektif dan objektif. Nilai dapat bersifat subjektif jika selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti
perasaan, intelektualitas. Hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada
suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Misalnya, seorang melihat
matahari yang sedang terbenam disore hari. Akibat yang dimunculkannya adalah
menimbulkan rasa senang karena melihat betapa indahnya matahari terbenam itu.
Ini merupakan nilai yang subjektif dari seseorang dengan orang lain memiliki
kualitas yang berbeda. Sedangkan Nilai objektif muncul karena adanya pandangan
dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini didasarkan suatu gagasan
berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar
ada. Misalnya, kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu, melainkan
pada objektivitas fakta.
Nilai
kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat
ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga
hal, yaitu:
1.
Filsafat
sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Jika
seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau
sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori
filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2.
Filsafat
sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori
ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu
sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3.
Filsafat
sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita menghadapi
banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki
kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila
masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah,
mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang
digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara
tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah
yang berkembang dalam kehidupan manusia.
2.5. Tanggung Jawab Sosial Keilmuwan
Ilmu merupakan hasil karya ilmuwan
yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Jika hasil
karyanya itu memenuhi syarat – syarat keilmuwan maka pasti akan diterima dan
disunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, ilmuwan memiliki tanggung jawab
sosial yang besar. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan
perspektif yang benar: untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga
penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan. Hal ini dikarenakan dia
mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup manusia. Ilmuwan juga
meniliki fungsi untuk ikut bertanggung jawab agar produk keilmuwan sampai dan
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuan adalah
konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Ilmuwan juga harus
berusaha mempengaruhi opini masyarakat berdasarkan pemikirannya. Ilmuwan juga
mempunyai cara berpilir yang berbeda dari masyarakat awam. Masyarakat awam
biasanya terpukau oleh jalan pikiran yang cerdas. Kelebihan seorang ilmuwan
juga nampak dalam cara berpikir yang cermat dan teratur yang menyebabkan dia
mempunyai tanggung jawab sosial.
Tanggung jawab sosial seorang
ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar: untung dan rugi, baik dan
buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan. Dibidang
etika tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi namun
memberi contoh. Seorang ilmuwan juga harus bersifat obyektif, terbuka, menerima
kritik dan pendapat orang lain, kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui
kesalahannya. Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil
penelitian atau penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun
yang mempergunakan bangsanya sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Seorang ilmuwan mempunyai
tanggungjawab agar produk keilmuwan sampai dan dapat dimanfaatkan dengan baik
oleh masyarakat. Dalam menggunakan ilmu kita harus menggunakannya untuk
kepentingan bersama karena ilmu merupakan alat untuk meningkatkan taraf hidup dan
bermanfaat bagi setiap orang apabila ilmu yang kita dapat digunakan berdasarkan
nilai atau etika, kodrat dan martabat manusia. Maka dari itu kegunaan dan
manfaat dari ilmu itu sendiri dikaji dalam aksiologi. Dimana, Aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia. Ilmu menghasilkan teknologi
yang diterapkan dan dikembangkan pada masyarakat. Teknologi dalam
perkembangannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga
dapat menjadi bencana bagi manusia.
3.2. Saran
Dewasa ini teknologi dan ilmu
pengetahuan telah berkembang pesat. Manusia telah menerapkan keduanya delam
kehidupannya sehari – hari. Namun, manusia juga masih banyak menggunakan
teknologi dan pengetahuan secara menyimpang maka hal ini yang menyebabkan
bencana pada manusia itu sendiri.
Dengan didukung oleh teknologi yang
modern dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat seharusnya manusia
memanfaatkan hal tersebut sebaik mungkin. Manusia dapat berpikir kreatif agar
memperoleh sesuatu yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
http//id.shvoong.com/social-sciences/education/2124658-dimensi-aksiologi
dalam
filsafat-pendidikan/ pada tanggal 15 november 2016.
http://id.wikipedia.org/wiki/aksiologi pada
tanggal 15 november 2016.
http://Dinulislami.blogspot.com/2009/2010/aksiologi 15 november
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar