Kamis, 03 September 2015

gunung ciremai PAPAS STKIP Pasundan Cimahi



Description: D:\foto\Ciremai\100_4625.JPGDescription: D:\foto\Ciremai\100_4464.JPGGunung Ceremai/Ciremai





Ciremai adalah gunung berapi kerucut yang secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten CirebonKabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa BaratPosisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.
Kini Gunung Ciremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.
Nama gunung ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rada masam), namun seringkali disebut Ciremai, suatu gejala hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan 'ci-' untuk penamaan tempat.
Gunung Ciremai termasuk gunung api Kuarter aktif, tipe A (yakni, gunung api magmatik yang masih aktif semenjak tahun 1600), dan berbentuk strato. Gunung ini merupakan gunung api soliter, yang dipisahkan oleh Zona Sesar Cilacap – Kuningan dari kelompok gunungapi Jawa Barat bagian timur (yakni deretan Gunung GalunggungGunung GunturGunung PapandayanGunung Patuha hingga Gunung Tangkuban Perahu) yang terletak pada Zona Bandung.
Ciremai merupakan gunung api generasi ketiga. Generasi pertama ialah suatu gunung api Plistosen yang terletak di sebelah Gunung Ciremai, sebagai lanjutan vulkanisma Plio-Plistosen di atas batuan Tersier. Vulkanisma generasi kedua adalah Gunung Gegerhalang, yang sebelum runtuh membentuk Kaldera Gegerhalang. Dan vulkanisma generasi ketiga pada kala Holosen berupa Gunung Ciremai yang tumbuh di sisi utara Kaldera Gegerhalang, yang diperkirakan terjadi pada sekitar 7.000 tahun yang lalu (Situmorang 1991).
Letusan Gunung Ciremai tercatat sejak 1698 dan terakhir kali terjadi tahun 1937 dengan selang waktu istirahat terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun. Tiga letusan 1772, 1775 dan 1805 terjadi di kawah pusat tetapi tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Letusan uap belerang serta tembusan fumarola baru di dinding kawah pusat terjadi tahun 1917 dan 1924. Pada 24 Juni 1937 – 7 Januari 1938 terjadi letusan freatik di kawah pusat dan celah radial. Sebaran abu mencapai daerah seluas 52,500 km bujur sangkar (Kusumadinata, 1971). Pada tahun 1947, 1955 dan 1973 terjadi gempa tektonik yang melanda daerah barat daya Gunung Ciremai, yang diduga berkaitan dengan struktur sesar berarah tenggara – barat laut. Kejadian gempa yang merusak sejumlah bangunan di daerah Maja dan Talaga sebelah barat Gunung Ciremai terjadi tahun 1990 dan tahun 2001. Getarannya terasa hingga Desa Cilimus di timur Gunung Ciremai.
Puncak gunung Ceremai dapat dicapai melalui banyak jalur pendakian. Akan tetapi yang populer dan mudah diakses adalah melalui Desa Palutungan dan Desa Linggarjati di Kab. Kuningan, dan Desa Apuy di Kab. Majalengka. Satu lagi jalur pendakian yang jarang digunakan ialah melalui Desa Padabeunghar di perbatasan Kuningan dengan Majalengka di utara. Di kota Kuningan terdapat kelompok pecinta alam "AKAR" (Anak Kuningan Alam Rimba) yang dapat membantu menyediakan berbagai informasi dan pemanduan mengenai pendakian Gunung Ceremai.
Hutan-hutan yang masih alami di Gunung Ceremai tinggal lagi di bagian atas. Di sebelah bawah, terutama di wilayah yang pada masa lalu dikelola sebagai kawasan hutan produksi Perum Perhutani, hutan-hutan ini telah diubah menjadi hutan pinus (Pinus merkusii), atau semak belukar, yang terbentuk akibat kebakaran berulang-ulang dan penggembalaan. Kini, sebagian besar hutan-hutan di bawah Gunung dikelola dalam bentuk wanatani (agroforest) oleh masyarakat setempat.
Sebagaimana lazimnya di pegunungan di Jawa, semakin seseorang mendaki ke atas di Gunung Ciremai ini dijumpai berturut-turut tipe-tipe hutan pegunungan bawah(submontane forest), hutan pegunungan atas (montane forest) dan hutan subalpin (subalpine forest), dan kemudian wilayah-wilayah terbuka tak berpohon di sekitar puncak dan kawah.
Lebih jauh, berdasarkan keadaan iklim mikronya, LIPI (2001) membedakan lingkungan Ciremai atas dataran tinggi basah dan dataran tinggi kering. Sebagai contoh, hutan di wilayah Resort Cigugur (jalur Palutungan, bagian selatan gunung) termasuk beriklim mikro basah, dan di Resort Setianegara (sebelah utara jalur Linggarjati) beriklim mikro kering.
Secara umum, jalur-jalur pendakian Palutungan (di bagian selatan Gunung Ciremai), Apuy (barat), dan Linggarjati (timur) berturut-turut dari bawah ke atas akan melalui lahan-lahan pemukiman, ladang dan kebun milik penduduk, hutan tanaman pinus bercampur dengan ladang garapan dalam wilayah hutan (tumpangsari), dan terakhir hutan hujan pegunungan. Sedangkan di jalur Padabeunghar (utara) vegetasi itu ditambah dengan semak belukar yang berasosiasi dengan padang ilalang. Pada keempat jalur pendakian, hutan hujan pegunungannya dapat dibedakan lagi atas tiga tipe yaitu hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas dan vegetasi subalpin di sekitar kawah. Kecuali vegetasi subalpin yang diduga telah terganggu oleh kebakaran, hutan-hutan hujan pegunungan ini kondisinya masih relatif utuh, hijau dan menampakkan stratifikasi tajuk yang cukup jelas.
Keanekaragaman satwa di Ceremai cukup tinggi. Penelitian kelompok pecinta alam Lawalata IPB di bulan April 2005 mendapatkan 12 spesies amfibia (kodok dan katak), berbagai jenis reptil seperti bungloncecakkadal dan ular, lebih dari 95 spesies burung, dan lebih dari 20 spesies mamalia.
Beberapa jenis satwa itu, di antaranya:
Bangkong bertanduk (Megophrys montana), Percil Jawa (Microhyla achatina), Kongkang Jangkrik (Rana nicobariensis), Kongkang kolam (Rana chalconota), Katak-pohon Emas (Philautus aurifasciatus), Bunglon Hutan (Gonocephalus chamaeleontinus), Cecak Batu (Cyrtodactylus sp), Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Puyuh-gonggong Jawa (Arborophila javanica), Walet Gunung (Collocalia vulcanorum), Takur Bultok (Megalaima lineata), Takur Tulung-tumpuk (Megalaima javensis), Berencet Kerdil (Pnoepyga pusilla), Anis Gunung (Turdus poliochepalus), Tesia Jawa (Tesia superciliaris), Ceret Gunung (Cettia vulcania), Kipasan Ekor-merah (Rhipidura phoenicura), Burung-madu Gunung (Aethopyga eximia), Burung-madu Jawa (Aethopyga mystacalis), Kacamata Gunung (Zosterops montanus), Trenggiling biasa (Manis javanica), Tupai kekes (Tupaia javanica), Kukang (Nycticebus coucang), Surili jawa (Presbytis comata), Lutung budeng (Trachypithecus auratus), Ajag (Cuon alpinus), Telegu (Mydaus javanensis), Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis), Macan Tutul (Panthera pardus), Kancil (Tragulus javanicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Jelarang Hitam (Ratufa bicolor), Landak Jawa (Hystrix javanica).







PAPAS (PENCINTA ALAM PASUNDAN)

1 komentar:

  1. The Wynn casino was built to last longer than the casino
    It features 2,000 평택 출장샵 slot machines 경상북도 출장샵 and 300 table games. 울산광역 출장안마 In 2005, 김포 출장샵 the hotel, casino and resort opened its doors. Wynn Resorts has operated The 서귀포 출장안마 Buffet,

    BalasHapus